08 Desember 2007

Lima Bulan Memimpin, Raih Anugerah Aksara

H. Ichsan Yasin Limpo, SH


PRESTASI yang diraih Pemerintah Kabupaten Gowa dalam bidang pendidikan non formal memberikan apresiasi tersendiri bagi H Ichsan Yasin Limpo, untuk terus memberikan konstribusi agar Gowa bisa ikut serta dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Penghargaan yang diberikan pemerintah pusat merupakan yang kali ketiga. Pertama tahun 2005 di Solo, berupa anugerah aksara pratama, kedua di Probolinggo tahun 2006 berupa aksara anugerah madya dan ketiga Mataram, NTB tahun 2007 berupa penghargaan aksara anugerah utama. ''Mudah-mudahan tahun depan, prestasi seperti kembali diraih,'' katanya.

Sebagai daerah satu-satunya yang meraih penghargaan aksara anugerah utama di Kawasan Timur Indonesia (KTI), apa yang telah dilakukannya selama ini. Berikut petikan wawancara wartawan Harian Fajar Arifuddin Saeni dengan Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo, Rabu, 12 September, di ruang kerjanya.

Selamat atas penghargaan yang diberikan pemerintah pusat baru-baru ini?

Terima kasih, mudah-mudahan dengan penghargaan ini akan semakin memicu kami semua untuk terus memajukan dunia pendidikan non formal secara khusus dan formal secara umum.

Terkait dengan penghargaan yang Anda terima, berupa anugera aksara utama, dimana penghargaan ini hanya Gowa dari Kawaan Indonesia Timur. Apa yang Anda lakukan selama ini?

Perlu saya jelasnya, bahwa ketika penghargaan pertama, anugerah aksara pratama yang diberikan pemerintah pusat membuat saya kaget, bahwa apakah penilaian itu dilakukan secara objektif atau tidak.

Kenapa bisa begitu?

Ada perasaan berdosa dalam diri saya, bahwa penghargaan yang diberikan itu merupakan lobi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Nasional Gowa waktu itu, Idris Faisal Kadir, untuk mendapatkan penghargaan anugerah aksara pratama itu. Malah, ketika mendapatkan undangan untuk menerima penghargaan itu ke Solo. Terus terang saya sama sekali tidak hepy, malah tidak senang. Mengapa? Karena jabatan saya waktu itu baru lima bulan. Loh kok bisa dapat penghargaan seperti ini.

Lalu kesadaran itu kapan muncul, bahwa penghargaan itu benar-benar penilaiannya cukup objektif?

Itu setelah adanya penjelasan dari Dirjen PLS, Acep Sutjadi Ph.D, kalau penghargaan tersebut diawali dari komitmen calon bupati terhadap pendidikan luar sekolah (PLS) yang tertuang dalam visi misi. Ini juga harus dibuktikan dalam bentuk penempatan anggaran, termasuk dalam rencana kerja tahunan. Tapi yang lebih penting adanya pengalokasian anggaran PLS dalam APBD.

Nah, untuk mendapatkan anugerah aksara pratama, maka pemerintah kabupaten harus menempatkan anggaran dalam APBD minimal Rp650 juta khusus pendidikan luar sekolah, tentunya ditambah dengan beberapa syarat lainnya.

Tapi alokasi anggaran yang Anda masukkan dalam APBD untuk pendidikan luar sekolah kan cukup besar?

Iya memang. Justru ketika dalam perbincangan saya dengan Dirjen PLS, secara berkelakar mengatakan, kalau ini menjadi indikator, maka Gowa akan mendapatkan penghargaan anugerah aksara tiap tahun. Sebab saat itu saja, tahun 2005 kita lekatkan anggaran sebesar Rp8,6 M, saat diluncurkannya program sanggar pendidikan anak saleh (SPAS).

Apakah menurut Anda ini mempunyai korelasi positif dengan masih banyaknya buta aksara dan angka kemiskinan?

Iya tentu saja. Dengan mendorong secara terus menerus pendidikan luar sekolah diharapkan akan menekan angka kemiskinan di Gowa sebesar 35,12 persen. Sebab, anak-anak itu bukan hanya miskin ekonomi saja, tapi juga miskin karena pendidikan. Jadi bagaimana mengubah mereka menjadi tidak miskin tentunya lewat pendidikan, memberikan keterampilan. Inilah kemudian yang menjadi pemikiran pemerintah daerah, untuk mendorong sanggar pendidikan anak saleh.

Bukankah pada tahun 2006 Anda kembali mendapatkan anugerah aksara madya?

Ini memang cukup menarik, karena hanya enam dari kabupaten/kota se Indonesia yang memperoleh penghargaan seperti ini, termasuk Gowa. Itu dengan menggunakan indikator yang lebih tinggi lagi, di mana pembentukan kelembagaan pendidikan luar sekolah harus mencapai sampai pada tingkat kecamatan, ditambah pelekatan anggaran kurang lebih Rp10 M.

Untuk penghargaan yang ketiga ini, maka pembentukan kelembagaan harus pada tingkat desa, yang dikaitkan dengan pemberantasan buta aksara.

Gowa sendiri bagaimana?

Untuk Gowa kebetulan telah memiliki sistem kelembagaan melalui sanggar pendidikan anak saleh, dengan memberikan tanggung jawab masing-masing lembaga. Untuk SPAS, dikelola Dinas Pendidikan Nasional, diberikan tanggung jawab untuk melakukan pemberantasan pada usia produktif yang mencapai 23.177 orang. Dari jumlah itu telah kita lakukan pemberantasan 13.000 orang berarti sisanya 10.177 orang.

Sementara pemberantasan di luar buta aksara produktif, khususnya dasawisma prasejahtera itu dilakukan organisasi perempuan, partai politik dan lembaga.

Adakah persoalan yang Anda hadapi dalam penilaian yang kali ketiga ini?

Kalau mau dikatakan persoalan ya tidak juga. Sebab, dalam penilaian yang dilakukan oleh pusat waktu itu, saya sempat ditelepon oleh Pak Direktur, Jarwo, apakah data PLS dari Gowa belum ada. Walaupun kenyataannya sudah dikirim lewat pemerintah provinsi, apakah berkas itu lupa dikirim atau tidak, itu juga saya tidak tahu. Untungnya karena ada penonjolan yang siqnifikan dari Gowa berupa adanya SPAS.

Apakah Anda cukup puas dengan penghargaan ini?>/b>

Soal puas atau tidak itu kan relatif. Tapi kita masih mengupayakan untuk memperoleh penghargaan anugerah aksara paripurna.

Caranya bagaimana?

Indikatornya rupanya cukup berat. Kalau bicara soal kelembagaan saya kira kita sudah miliki mulai dari tingkat kecamatan hingga desa. Tapi pencapaiannya adalah semua usia produktif hingga tahun depan, 2008, semua usia produktif harus bebas buta aksara. Sementara di luar usia produktif, harus tinggal 5 persen. Lalu apakah kita bisa mencapai itu, saya kira insya Allah. Tapi saya kira kita harus optimis untuk menyelesaikannya.

Tapi apakah Anda melihat ada kedala untuk menekan buta aksara di luar produktif hingga 5 persen?

Umumnya mereka tidak mau belajar, sehingga perlunya ada metode baru, dengan cara memberikan life skill kemudian kita selipkan pemberantasan buta aksara. (arifuddin@fajar.co.id)


Nama : H Ichsan Yasin Limpo SH
Tempat/tanggal lahir : Makassar, 9 Maret 1961
Pendidikan : S1 Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Riwayat Pekerjaan: * Anggota DPRD Sulawesi Selatan 1999 s/d 2004
* Anggota DPRD Sulawesi Selatan 2004 s/d 2005
* Bupati Gowa 2005 s/d 2010.
Istri : Hj Novita Madonza Amu Ichsan
Anak : * Sadli Nurjaffia Ichsan (26 November 1984, mahasiswa)
* Adnan Purichta Ichsan (9 Maret 1986, mahasiswa)
* Roidah Halilah Falih Ichsan (29 Oktober 1990, siswa)
* M Hauzan Nabhan Ichsan
(8 Januari 2002, pelajar)

Jaringan Cyber Village di Kabupaten Gowa

Pemasangan dan Instalasi Perangkat Jaringan Cyber Village di Kabupaten Gowa


Gowa - Setelah menyelesaikan Survey pada titik-titik koneksi Cyber Village maka pada hari Minggu tanggal 06 Mei 2006 dimulai pemasangan dan instalasi jaringan cyber village di Kabupaten Gowa. Untuk Kabupaten Gowa ini terdapat dua titik koneksi yaitu di SPAS (Sanggar Pendidikan Anak Saleh) Postaka Dasa “To Caradde” di Kelurahan Sungguminasa Kecamatan Sungguminasa dan PKBM Julukanaya di Kelurahan Pangkabinanga Kecamatan Pallangga. Pelaksanaan instalasi Jaringan Wireless Cyber Village ini dilakukan oleh Tim Teknis Cyber Village BPPLSP Regional V Makassar dibantu oleh Konsultan Jaringan BPPLSP Regional V dan Jardiknas serta Mahasiswa D3 TKJ Jardiknas UNHAS.

Kedua titik Cyber Village yang berlokasi di Kabupaten Gowa ini mengambil koneksi dari ICT Centre kabupaten Gowa yang berpusat di SMK Somba Opu Sungguminasa. Kedua link ini sudah dapat dipantau dan diakses pada pusat monitoring Cyber Village yang ada di BPPLSP Regional V Makassar.

Pelaksanaan Instalasi ini merupakan rangkaian link dari desa-desa yang ada di 3 (tiga) Kabupaten, yaitu; Kabupaten Gowa, Polmas dan Bulukumba yang menjadi pusat pengembangan Cyber Village. Setelah Kabupaten Gowa ini, rencananya pemasangan dan instalasi akan dilanjutkan di Kabupaten Polmas Sulawesi Barat dan dilanjutkan di Kabupaten Bulukumba.

Pengelola SPAS Bertugas Evaluasi Tutor

Sungguminasa (Fajar 6/11/07 ). Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Gowa membentuk pengelola Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) mulai tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten. Tugas pengelola sangat banyak dan cukup vital. Satu di antaranya mengevaluasi kinerja tutor atau pengajar SPAS.Demikian Kepala Dinas (Kadis) Diknas Gowa, Idris Faisal Kadir Dalle di ruang kerjanya, akhir pekan lalu.

Selain mengevaluasi tutor, pengelola juga mengawasi proses belajar mengajar di SPAS. “Bagi pengelola tingkat desa, tugasnya cukup berat karena diminta menyelesaikan masalah tanah yang administrasinya belum tuntas. Itu penting sebagai antisipasi munculnya persoalan di kemudian hari,” katanya.

Tugas pengelola SPAS lainnya, seperti menjaga aset SPAS. Mereka juga membantu anak putus sekolah atau masyarakat tak mampu bisa masuk SPAS.

Untuk pengelola SPAS cukup banyak. Tingkat desa saja, ada 300 orang yang tersebar di 154 desa/kelurahan (masing-masing desa/kelurahan dua orang).

Kemudian tingkat kabupaten sebanyak 12 orang dan kecamatan 54 orang pengelola. Khusus tutor atau pengajar tambahnya, sebanyak 462 orang. Mereka tersebar di 154 desa/kelurahan dari 18 kecamatan. (ra